Oleh: Syafaruddin Usman MHD
Sejak 29 Ichigatsu 2602 (29 Januari 1942), pmerintahan Kalimantan (Borneo) Barat dikendalikan Gunseibu, untuk seterusnya dilanjutkan atau digantikan Minseibu. Pada 20 Jugatsu 2602 bertempat di Gedung Kaigun Kaigisjo Pontianak dilangsungkan rapat pemerintahan Borneo Barat. Balatentara Jepang mendarat pertamakali di Kalimantan Barat, mulai dari Pemangkat 26 Ichigatsu 2602. Dua hari kemudian, 28 Ichigatsu 2602, pasukan ini bergerak dan menduduki Pontianak, seterusnya menduduki Singkawang, Mempawah dan sekitarnya.
Pada 29 Ichigatsu 2602 (29 Januari 1942) tiba di Pontianak Opsir Nippon, Morita, sebagai pimpinan sementara Dai Nippon untuk Kalimantan Barat, baik sipil maupun militer. Selanjutnya sebulan kemudian, Februari 1942, Morita diganti Izumi sebagai gunseibu. Izumi segera mengaktifkan media massa propaganda Borneo Barat Shinbun (BBS) dan merestui dibentuknya Nis Sin Kwai (Nissinkwai). Dengan peralihan kekuasaan atas Kalimantan Barat dari Rikugun ke Kaigun, maka Izumi digantikan Kuno. Kuno kemudian digantikan S Yoneda yang meneruskan kekuasaan pemerintahan selanjutnya.
Di masa Yoneda selaku Gunseibu Kalimantan Barat, selain Nis Sin Kwai (NSK), ia membolehkan untuk terus aktif 3 organisasi lain. Masing-masing Indo Djin Djijoe Renmei (Indian Independence League) Pontianak, Serikat Dagang Indonesia Pontianak (Sadip) dan Sin Boku Kai (Pervindo).
Indo Djin Djijoe Renmei (Indian Independence League, IIL Pontianak) terdiri dari Kernal Singh, V Tarachand, Lilaram, Md Joesoef, A Madjid, MRE Ponnusamy dan Lekhoomal. Adapun Sadip terdiri dari Nasroen gelar Radja Soetan Pangeran (Ketua), M Rasad (Wakil Ketua), MK Soekimo (Penulis), M Tahir H Arip (Bendahara) dengan anggota pengurus Ramli HM Tahir, M Joesoef, H Djafar H Abdoerrasjid, Jasid gelar Soetan Roemah Tinggi, H Badroeddin H Abdul Fattah, Goesti Mohammad Poetra, MK Indera Mahjoeddin, H Harahap dan Ranie Soelaiman. Adapun Sin Boku Kai (Pervindo) terdiri dari A Kismet (Ketua), Natarsjah (Ketua Muda), HM Aboebakar (Penulis), SS Faizulla (Bendahara) dengan anggota Goelam Abbas bin Abdoel Hoesein, Govindabaij, HM Abdullah, Lilaram, A Madjid dan Lalsingh serta penasehat Kernal Singh dan Lekhoomal.
Pada 13 Shichigatsu 2602 (13 Juli 1942, Senin) untuk pertamakalinya sejak dibentuk Februari 1942, diadakan rapat pengurus organisasi Nis Sin Kwai (Nissinkwai, NSK), bertempat di Sositeit Medan Sepakat di Landraadweg (Jalan Jenderal Urip Pontianak sekarang). Rapat dibuka Ketua Nissinkwai Notosoedjono (Rd Pandji Mohamad Dzoebier Notosoedjono). Dipertegas dalam rapat pengurus tersebut, bahwa: “…organisasi ini dibentuk dengan maksud jaitoe hendak mentjahari soeatoe persatoean jang kekal dan kemadjoean diantara kita bangsa2 Asia seloeroehnja …”
Dijelaskan juga, “… karena itoe djoega pendirian dan Nis Sin Kwai disini boekan sadja mendapat persetoedjoean dari pembesar2 militer Nippon disini, tapi poela mendapat sokongan, seperti andjoeran dari pihak atasan soepaja sekalian pegawai2 negeri mesti memasoekkan dirinja dalam perserikatan ini …”
Semboyan organisasi ini (Nis Sin Kwai) adalah Hidoeplah Dai Nippon! Hidoeplah Nis Sin Kwai! Hidoeplah Asia Raja! Berdasarkan Azas dan Toedjoean atau Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga-nya dijelaskan: Nis berarti Nippon, Sin artinya wakil masyarakat, dan Kwai artinya perserikatan atau organisasi. Ditegaskan pula, “…oentoek akan dapat mentjiptakan persatoean jang dikandoengnja itoe, maka tiap2 orang jang telah masoek dalam Nis Sin Kwai mesti bekerja dengan sedapat2nja mempropagandakan tjita2 dari partainja, baik dengan moeloet, maoepoen dengan toelisan, sehingga tertjapailah angan2 dan tjita2 dari partai Nis Sin Kwai ini …”
Pada 15 Shichigatsu 2602 (15 Juli 1942, Rabu), sejak hari ini pelaksana pemerintahan pendudukan Dai Nippon dialihkan dari semula Rikugun Gun Sei Bu (Gunseibu) kepada Kaigun Min Sei Bu (Minseibu). Struktur pemerintahan sebagaimana struktur pemerintahan di masa kolonial Belanda, sebelum Perang Dunia II, di Kalimantan Barat, tidak mengalami perubahan. Sebagai Min Sei Bu Shutcho Sho diangkat Kenkichi Kuno (K Kuno) dengan sebutan Shutchosho Cho Dai Nippon Kaigun Min Sei Bu atau Pembesar Kantor Min Sei Bu Borneo Barat Cabang Pontianak.
Sebelumnya, sejak pendudukan Pontianak, jabatan ini dijabat oleh S Izumi dari Gunseibu (Angkatan Darat) Dai Nippon Teikoku. Izumi menjabat antara Desember 1941 sampai 15 Juli 1942. Bersama Izumi, pimpinan pasukan Angkatan Darat atau Kepala Pasoekan Bintang selama ini dijabat oleh Omino. Beberapa pejabat teras lainnya seperti Okoeda, Watanabe dan Sakano yang bertugas di Singkawang.
Pada 17 Hachigatsu 2602 (17 Agustus 1942), memulai jabatannya memerintah di Pontianak, S Joneda, selaku Borneo Minseibu Pontianak Shibu-Cho. Joneda adalah pembesar militer Jepang yang menggantikan Kuno, peabat atau penguasa militer sebelumnya. Pada 9 Kugatsu 2602 (9 September 1942), organisasi Parindra Kalimantan Barat membubarkan diri atas tekanan pemerintah Dai Nippon. Pembubaran itu didasarkan pada Undang Undang Nomor 23 dari Balatentara Dai Nippon di Jakarta, serta diberlakukannya peraturan larangan untuk berkumpul sejak 27 Juli 1942 yang memang sudah ditetapkan sebelumnya. Pernyataan pembubaran itu ditandatangani Majelis Daerah Parindra Kalimantan Barat yang terdiri dari Ranie Soelaiman (Bung Djasafandi), Hidajat Ismail, Notosoedjono (RP Mohammad Dzoebier Notosoedjono), dr RMA Diponegoro dan Mohd Tahir.
Pada 30 September 1942 diumumkan susunan pemerintahan di Pontianak, masing-masing Sigeeda (Bidang Pemerintahan), Kuno (Keuangan), Ishida (ekonomi) dan Urusan Umum dirangkap Yoneda. Pada hari yang sama diumumkan pula kepengurusan Pontianak Ishutsunyu Kumiai, terdiri dari Ketua Lim Ek Djoe dengan anggota Yanagisawa, K Ogawa, Ng Ngiap Soen, Tjhin Tjhong Hin, Nasroen gelar Radja Soetan Pangeran, H Abdullah HA Fattah, Rohana, Sj Abd b Sj Aboebakar, dan Tarachand.
PERISTIWA MAUT KAPAL TERBANG SEMBILAN
Balatentara Jepang mulai menduduki Kalimantan Barat melalui Kota Pontianak sejak Jumat 19 Desember 1941 pukul 11.00 tengah hari. Hari itu sebagian besar kaum muslimin tengah sholat Jumat. Jepang membom secara brutal, banyak warga sipil dan anak sekolah yang jadi korban. Pemboman daerah Kampung Bali itu oleh banyak saksi mata dikatakan salah sasaran. Yang dituju pesawat pembom Jepang itu Tangsi Militer Belanda yang ada di hadapannya.
Selanjutnya berturut-turut 19, 22 dan 27 Desember 1941 Kota Pontianak terus menerus dihujani bom sehingga menghanguskan Kampung Bali dan Parit Besar serta bagian wilayah kota lainnya. Kapal Lien dan Irma milik Pontianak River Transport Dient yang merupakan angkutan andalan sungai pada masa itu dibom tenggelam di Sukalanting sekitar 30 Km dari Kota Pontianak. Kapal Sri Kapoeas dan West Borneo tidak diketahui nasibnya. Demikian pula kapal swasta Kong Neng, Kong Fa dan lainnya yang berlayar hingga Putussibau.
Sejumlah sembilan unit pesawat tempur menderu-deru. Kesembilan pesawat itu masing-masing jenis A6M2 Zero yang bertolak dari pangkalan Davao di Mindanao Selatan yang baru ditinggalkan pasukan Amerika. Peristiwa ini dikenal luas kemudian dengan Peristiwa Bom Sembilan atau Peristiwa Kapal Terbang Sembilan. Serangan atas Pontianak dan sekitarnya itu didahului pesawat pengintai C5M2, juga buatan Mitsubishi, satuan pesawat Zero terbang dari Sarawak ke arah Kota Pontianak.
Armada Angkatan Laut Dai Nippon (Kaigun) mendarat di perairan utara Kalimantan Barat di Pemangkat lewat Tanjung Kodok pada 22 Januari 1942. Sedikitnya berjumlah 3.000 orang, mereka berasal dari Sarawak yang merupakan kesatuan tempur dari Pasukan ke-29. Pendaratan itu tidak mendapat hadangan dari tentara Belanda yang sudah kocar-kacir. Meski sempat bertahan di kawasan Gunung Pendering 45 Kilometer arah timur Singkawang. Hampir waktu bersamaan di tempat terpisah, pendaratan itu terjadi pula di Ketapang.
Belanda punya perhitungan lain, membumihanguskan beberapa kota sebelum ditinggalkan, seperti Sambas, Mempawah dan Landak Ngabang.
Dalam perkembangan begitu cepat, Setelah Pemangkat dan Singkawang direbut dan dukuasai, dari sini balatentara Jepang membagi dua kekuatan pasukan militernya. Sebagian bergerak ke arah selatan bergabung dengan pasukan yang telah mendarat lebih dahulu di muara Sungai Kapuas, bagian ini kemudian merebut dan menguasai Kota Pontianak sepenuhnya sejak 2 Februari 1942. Dan bagian keduanya, bergerak ke arah timur tujuan merebut pangkalan udara Sanggau Ledo Singkawang II. Setelah pangkalan udara ini direbut, lumpuhlah kekuatan udara Belanda. Bahkan seluruh kekuatan militer dan kekuasaannya di Kalimantan Barat berakhir.
Awal Februari 1942 Pontianak sepenuhnya diduduki Jepang tanpa perlawanan. Tentara KNIL pimpinan Overste Mars sebelumnya mengundurkan pasukannya ke Nanga Sokan Afdeling Sintang untuk bergabung dengan KNIL di Banjarmasin. Di sana merencanakan bertahan di Gunung Kerihun hulu Kapuas di bawah pimpinan Gubernur Borneo Dr BJ Haga yang telah menyingkir ke pedalaman. Pada 15 Februari Jepang menguasai Banjarmasin, sehingga rencana pemusatan kekuatan di Gunung Kerihun yang strategis di jantung Pulau Borneo tak direalisasikan. Bahkan seluruh KNIL ditawan serdadu Jepang dan dikirim ke rumah penjara Kuching Kamp di Sarawak.
Militer Belanda diperkuat sedikit pasukan KNIL di Pontianak, sebagian melarikan diri ke Ngabang arah timur kota ini. Waktu itu Ngabang telah diduduki Jepang, meski pasukan Jepang yang ada belum dalam jumlah memadai. Menghindari pertempuran dengan Jepang, pasukan Belanda meneruskan pelarian ke Sanggau Kapuas, seterusnya ke Melawi dan Kotabaru Sintang. Akan tetapi sebelum melarikan diri, mereka lebih dahulu menghancurkan jembatan Ngabang yang terkenal besar dan megah di atas Sungai Landak dengan dinamit. Jembatan ini saat diledakkan belum setahun peresmiannya oleh Gezagghebber van Landak AB Fabber dalam Juli 1941.
Gerak cepat menuju Pontianak, Pasukan ke-29 balatentara Jepang Dai Nippon dari Sarawak menangkap lima orang pejabat tinggi pemerintah Hindia Belanda di Mempawah. Seorang di antaranya, Controleur Mempawah Jan van Appel langsung dipenggal kepalanya. Sedang empat orang lainnya ditawan ke Pontianak. Di Pontianak, dua orang tawanan merupakan pegawai bank pemerintah Hindia Belanda mengalami nasib yang sama serupa Appel. Disaksikan massa rakyat di pelabuhan Theng Seng Hie tepi Sungai Kapuas Pontianak yang tidak jauh dari Gedung Jacobson van den Berg, keduanya tewas. Sedangkan Dr AJ. Knibbe Controleur Pontianak ditawan, di kamp militer bekas KMK Belanda mendapat penyiksaan berat.
Saat Kalimantan Barat mulai diduduki Jepang, kekuatan militer Belanda sudah tidak seberapa besar untuk ukuran pertahanan daerah. Seluruh kekuatan militer Belanda saat itu 700 personil. Awal Desember 1941, memperkuat posisi ini sekaligus untuk mempertahankan Kalimantan Barat, dari Jawa dikirim delapan brigade di bawah komando Overste Gortmans menggantikan Overste Marks yang sebelumnya selaku Komandan Teritorial. Gortmans mengarahkan pertahanan pasukan ke daerah Sanggau Ledo dan Seluas.
Hingga akhir kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda dalam 1941, kekuatan militer Belanda di sekitar satu batalyon di bawah pimpinan Overste Marks. Masing-masing dengan kekuatan Kompi 1 dipimpin Kapten Martin di Pontianak, Kompi 2 dipimpin Kapten van Sprio di Sintang, Kompi 3 dipimpin Kapten de Houde di Singkawang dan Kompi 4 dipimpin Kapten Touwen di Ketapang. Menjelang pecah Perang Dunia II, kekuatan tersebut ditambah pasukan artileri, kaveleri dan korp kesehatan yang khusus didatangkan dari Jawa.
Adapun yang didatangkan dari Sumatera terdiri dari pasukan Grilya Istimewa satu peleton serta tambahan tenaga lainnya dipimpin Overste Kortman. Dislokasi pasukan diperluas meliputi Ketapang, Sukadana, Ngabang, Nanga Tayap, Sintang, Bengkayang, Pemangkat, Sambas, Sanggau Ledo dan Pontianak. Kekuatan senjata militer Belanda masing-masing 1 Peleton Penangkis Serangan Udara terdiri 3 unit 12,7 dan 2 unit meriam kecil lapangan, 1 Kompi Bantuan Anti Tank dan senapan mesin berat serta 1 Kelompok Kendaraan Lapis Baja.